Wisnu's Blog
Assalamualaikum, blog ini berisi berbagai pengetahuan, termasuk dilanya pengetahuan mengenai budaya, sejarah dan perkembangan provinsi di indonesia. selain itu juga berita dan penemuan yang terbamru mengenai ilmu dan tehnoligi yang tentunya akan bermanfaat untuk khalayak umum
Senin, 01 Desember 2014
Minggu, 05 Oktober 2014
sejarah jakarta
Sejarah
Jakarta
Jakarta bermula dari
sebuah bandar kecil di muara Sungai Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama
berabad-abad kemudian kota bandar ini berkembang menjadi pusat perdagangan
internasional yang ramai. Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul sedikit
melalui berbagai prasasti yang ditemukan di kawasan bandar tersebut. Keterangan
mengenai kota Jakarta sampai dengan awal kedatangan para penjelajah Eropa dapat
dikatakan sangat sedikit.
Add caption |
Laporan para penulis
Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi
bandar utama bagi sebuah kerajaan Hindu bernama Sunda, beribukota Pajajaran,
terletak sekitar 40 kilometer di pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang.
Bangsa Portugis merupakan rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang
ke bandar Kalapa. Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda usia, bernama
Fatahillah, dari sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa. Fatahillah
mengubah nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah
yang kini diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang Belanda
datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.
Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden. Semangat nasionalisme Indonesia di canangkan oleh para mahasiswa di Batavia pada awal abad ke-20.
Sebuah keputusan bersejarah yang dicetuskan pada tahun 1928 yaitu itu Sumpah Pemuda berisi tiga buah butir pernyataan , yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan : Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan Indonesia secara resmi diakui pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia. Hal ini mendorong laju pembangunan gedung-gedung perkantoran pemerintah dan kedutaan negara sahabat. Perkembangan yang cepat memerlukan sebuah rencana induk untuk mengatur pertumbuhan kota Jakarta. Sejak tahun 1966, Jakarta berkembang dengan mantap menjadi sebuah metropolitan modern. Kekayaan budaya berikut pertumbuhannya yang dinamis merupakan sumbangan penting bagi Jakarta menjadi salah satu metropolitan terkemuka pada abad ke-21.
* Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
* 22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan
sebagai hari jadi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956).
* 4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad
Batavia.
* 1 April 1905 berubah nama menjadi 'Gemeente Batavia'.
* 8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
* 8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi.
* September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
* 20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad
Gemeente Batavia.
* 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj'a Jakarta.
* 18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja
Djakarta Raya.
* Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
* 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
* Tahun1999, melalaui uu no 34 tahun 1999 tentang pemerintah provinsi daerah khusus
ibukota negara republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi
pemerintah provinsi dki Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan
bukan pada wilyah kota, selain itu wiolyah dki Jakarta dibagi menjadi 6 ( 5 wilayah
kotamadya dan satu kabupaten administrative kepulauan seribu)
Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter dari bandar. Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan lilngkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini dinamakan Weltevreden. Semangat nasionalisme Indonesia di canangkan oleh para mahasiswa di Batavia pada awal abad ke-20.
Sebuah keputusan bersejarah yang dicetuskan pada tahun 1928 yaitu itu Sumpah Pemuda berisi tiga buah butir pernyataan , yaitu bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan : Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah lagi menjadi Jakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan Sang Saka Merah Putih untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan Indonesia secara resmi diakui pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi Ibukota Republik Indonesia. Hal ini mendorong laju pembangunan gedung-gedung perkantoran pemerintah dan kedutaan negara sahabat. Perkembangan yang cepat memerlukan sebuah rencana induk untuk mengatur pertumbuhan kota Jakarta. Sejak tahun 1966, Jakarta berkembang dengan mantap menjadi sebuah metropolitan modern. Kekayaan budaya berikut pertumbuhannya yang dinamis merupakan sumbangan penting bagi Jakarta menjadi salah satu metropolitan terkemuka pada abad ke-21.
* Abad ke-14 bernama Sunda Kelapa sebagai pelabuhan Kerajaan Pajajaran.
* 22 Juni 1527 oleh Fatahilah, diganti nama menjadi Jayakarta (tanggal tersebut ditetapkan
sebagai hari jadi kota Jakarta keputusan DPR kota sementara No. 6/D/K/1956).
* 4 Maret 1621 oleh Belanda untuk pertama kali bentuk pemerintah kota bernama Stad
Batavia.
* 1 April 1905 berubah nama menjadi 'Gemeente Batavia'.
* 8 Januari 1935 berubah nama menjadi Stad Gemeente Batavia.
* 8 Agustus 1942 oleh Jepang diubah namanya menjadi Jakarta Toko Betsu Shi.
* September 1945 pemerintah kota Jakarta diberi nama Pemerintah Nasional Kota Jakarta.
* 20 Februari 1950 dalam masa Pemerintahan. Pre Federal berubah nama menjadi Stad
Gemeente Batavia.
* 24 Maret 1950 diganti menjadi Kota Praj'a Jakarta.
* 18 Januari 1958 kedudukan Jakarta sebagai Daerah swatantra dinamakan Kota Praja
Djakarta Raya.
* Tahun 1961 dengan PP No. 2 tahun 1961 jo UU No. 2 PNPS 1961 dibentuk Pemerintah
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya.
* 31 Agustus 1964 dengan UU No. 10 tahun 1964 dinyatakan Daerah Khusus Ibukota
Jakarta Raya tetap sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia dengan nama Jakarta.
* Tahun1999, melalaui uu no 34 tahun 1999 tentang pemerintah provinsi daerah khusus
ibukota negara republik Indonesia Jakarta, sebutan pemerintah daerah berubah menjadi
pemerintah provinsi dki Jakarta, dengan otoniminya tetap berada ditingkat provinsi dan
bukan pada wilyah kota, selain itu wiolyah dki Jakarta dibagi menjadi 6 ( 5 wilayah
kotamadya dan satu kabupaten administrative kepulauan seribu)
Add caption |
Undang-undang Nomor 29
tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai
Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
sejarah BANTEN
Era Kesultanan
Banten pada masa lalu merupakan sebuah daerah
dengan kota pelabuhan yang sangat ramai, serta dengan masyarakat yang
terbuka dan makmur. Banten yang berada di jalur perdagangan internasional,
berinteraksi dengan dunia luar sejak awal abad Masehi. Kemungkinan pada abad
ke-7 Banten sudah menjadi pelabuhan internasional. Dan sebagai konsekuensi logisnya,
Islam diyakini telah masuk dan berakulturasi dengan budaya setempat sebagaimana
diceritakan dalam berita Tome Pires pada tahun 1513. Proses Islamisasi Banten,
yang diawali oleh Sunan Ampel, yang kemudian diteruskan oleh Syarif
Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang seluruh kisahnya terekam dalam naskah
Carita Purwaka Caruban Nagari. Fase sejarah penting menguatnya pengaruh Islam
terjadi ketika Bupati Banten menikahkan adiknya, yang beernama Nyai
Kawunganten, dengan Syarif Hidayatullah yang kemudian melahirkan dua anak yang
diberi nama Ratu Wulung Ayu dan Hasanuddin sebagai cikal bakal dimulainya fase
sejarah Banten sebagai Kerajaan Islam (Djajadiningrat, 1983:161). Bersama
putranya inilah Sunan Gunung Jati melebarkan pengaruh dalam menyebarluaskan agama
Islam ke seluruh tatar Sunda hingga saatnya Sang Wali kembali ke Cirebon .
Takluknya Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang
(Banten Girang) pada tahun 1525 selanjutnya menjadi tonggak dimulainya era
Banten sebagai kerajaan Islam dengan dipindahkannya pusat pemerintahan Banten
dari daerah pedalaman ke daerah pesisir pada tanggal 1 Muharam tahun 933
Hijriah yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 (Michrob dan Chudari,
1993:61). Atas pemahaman geo-politik yang mendalam Sunan Gunung Jati menentukan
posisi istana, benteng, pasar, dan alun-alun yang harus dibangun di dekat kuala
Sungai Banten yang kemudian diberi nama Surosowan. Hanya dalam waktu 26 tahun,
Banten menjadi semakin besar dan maju, dan pada tahun 1552 Masehi, Banten yang
tadinya hanya sebuah kadipaten diubah menjadi negara bagian Demak dengan
dinobatkannya Hasanuddin sebagai raja di Kesultanan Banten dengan gelar Maulana
Hasanuddin Panembahan Surosowan (Pudjiastuti,2000:61). Ketika sudah menjadi
pusat Kesultanan Banten, sebagaimana dilaporkan oleh J. de Barros, Banten
merupakan pelabuhan besar di Jawa, sejajar dengan Malaka. Kota Banten terletak
di pertengahan pesisir sebuah teluk, yang lebarnya sampai tiga mil. Kota itu
panjangnya 850 depa. Di tepi laut kota itu panjangnya 400 depa; masuk ke dalam
ia lebih panjang. Melalui tengah-tengah kota ada sebuah sungai yang jernih, di
mana kapal jenis jung dan gale dapat berlayar masuk.
Sepanjang pinggiran kota ada sebuah anak
sungai, di sungai yang tidak seberapa lebar itu hanya perahu-perahu kecil saja
yang dapat berlayar masuk. Pada sebuah pinggiran kota itu ada sebuah benteng
yang dindingnya terbuat dari bata dan lebarnya tujuh telapak tangan.
Bangunan-bangunan pertahanannya terbuat dari kayu, terdiri dari dua tingkat,
dan dipersenjatai dengan senjata yang baik. Di tengah kota terdapat alun-alun
yang digunakan untuk kepentingan kegiatan ketentaraan dan kesenian rakyat dan
sebagai pasar di pagi hari. Istana raja terletak di bagian selatan alun-alun.
Di sampingnya terdapat bangunan datar yang ditinggikan dan beratap, disebut
Srimanganti, yang digunakan sebagai tempat raja bertatap muka dengan rakyatnya.
Di sebelah barat alun-alun didirikan sebuah mesjid agung
(Djajadiningrat,1983:84). Pada awal abad ke-17 Masehi, Banten merupakan salah
satu pusat perniagaan penting dalam jalur perniagaan internasional di Asia.
Tata administrasi modern pemerintahan dan kepelabuhan sangat menunjang bagi
tumbuhnya perekonmian masyarakat.
Ketika orang Belanda tiba di Banten untuk
pertama kalinya, orang Portugis telah lama masuk ke Banten. Kemudian orang
Inggris mendirikan loji di Banten dan disusul oleh orang Belanda. Selain itu,
orang-orang Perancis dan Denmark pun pernah datang di Banten. Dalam persaingan
antara pedagang Eropa ini, Belanda muncul sebagai pemenang. Orang Portugis
melarikan diri dari Banten (1601), setelah armada mereka dihancurkan oleh
armada Belanda di perairan Banten. Orang Inggris pun tersingkirkan dari Batavia
(1619) dan Banten (1684) akibat tindakan orang Belanda (Ekadjati
(ed.),1984:97). Wujud dari interaksi budaya dan keterbukaan masyarakat Banten
tempo dulu dapat dilihat dari berkembangnya perkampungan penduduk yang berasal
dari berbagai daerah di Nusantara seperti Melayu, Ternate, Banjar, Banda,
Bugis, Makassar, dan dari jawa sendiri serta berbagai bangsa dari luar
Nusantara seperti Pegu (Birma), Siam, Parsi, Arab, Turki, Bengali,dan Cina
(Leur, 1960:133-134; Tjiptoatmodjo, 1983:64). Setidaknya inilah fakta sejarah
yang turut memberikan kontribusi bagi kebesaran dan kejayaan Banten.
Dalam usahanya membangun Banten, Maulana
Hasanuddin sebagai Sultan Banten pertama (1522-1570), menitikberatkan pada
pengembangan sektor perdagangan dengan lada sebagai komoditas utama yang
diambil dari daerah Banten sendiri serta daerah lain di wilayah kekuasaan
Banten, yaitu Jayakarta, Lampung, dan terjauh yaitu dari Bengkulu
(Tjandrasasmita,1975:323). Perluasan pengaruh juga menjadi perhatian Sultan
Hasanuddin melalui pengiriman ekspedisi ke pedalaman dan pelabuhan-pelabuahn
lain. Sunda Kalapa sebagai salah satu pelabuhan terbesar berhasil ditaklukkan
pada tahun 1527 dan takluknya Sunda Kalapa tersebut ditandai dengan penggantian
nama Sunda Kalapa menjadi “Jayakarta”. Dengan takluknya Jayakarta, Banten
memegang peranan strategis dalam perdagangan lada yang sekaligus menggagalkan
usaha Portugis di bawah pimpinan Henrique de Leme dalam usahanya menjalin
kerjasama dengan Raja Sunda (Kartodirdjo, 1992:33-34). Pasca wafatnya Maulana
Hasanuddin, pemerintahan dilanjutkan oleh Maulana Yusuf (1570-1580), putra
pertamanya dari Ratu Ayu Kirana, putri Sultan Demak.
Kemasyhuran Banten makin meluas ketika politik
ekspansinya berhasil pula menaklukkan Pakuan Pajajaran yang dibantu oleh
Cirebon pada tahun 1579 sehingga Kerajaan Sunda akhirnya benar-benar runtuh
(Atha, 1986:151-152,189). Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, sektor
pertanian berkembang pesat dan meluas hingga melewati daerah Serang sekarang,
sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah tersebut dibuat terusan
irigasi dan bendungan.
Danau (buatan) Tasikardi merupakan sumber
pemenuhan kebutuhan air bersih bagi penduduk kota , sekaligus sebagai sumber
pengairan bagi daerah pesawahan di sekitar kota . Sistem filtrasi air dengan
metode pengendapan di Pengindelan Abang dan Pengindelan Putih merupakan bukti
majunya teknologi pengelolaan air pada masa tersebut. Pada masa Maulana Yusuf
memerintah, perdagangan Banten sudah sangat maju dan Banten bisa dianggap
sebagai sebuah kota pelabuhan emporium, tempat barang-barang dagangan dari
berbagai penjuru dunia digudangkan dan kemudian didistribusikan (Michrob dan
Chudari, 1993:82-83). Tumbuh dan berkembangnya pemukiman-pemukiman pendatang
dari mancanegara terjadi pada masa ini. Kampung Pekojan umpamanya untuk para
pedagang Arab, Gujarat , Mesir, dan Turki, yang terletak di sebelah barat Pasar
Karangantu. Kampung Pecinan untuk para pedagang Cina, yang terletak di sebelah
barat Masjid Agung Banten. Masa kejayaan Banten selanjutnya diteruskan oleh
Maulana Muhammad pasca mangkatnya Maulana Yusuf pada tahun 1580. Maulana
Muhammad dikenal sebagai seorang sultan yang amat saleh.
Untuk kepentingan penyebaran agama Islam ia
banyak menulis kitab-kitab agama Islam yang kemudian dibagikan kepada yang
membutuhkannya. Kesejahteraan masjid dan kualitas kehidupan keberagamaan sangat
mewarnai masa pemerintahannya walaupun tak berlangsung lama karena kematiannya
yang tragis dalam perang di Pelembang pada tahun 1596 dalam usia sangat muda,
sekitar 25 tahun. Pasca mangkatnya Maulana Muhammad, Banten mengalami masa
deklinasi ketika konflik dan perang saudara mewarnai keluarga kerajaan
khususnya selama masa perwalian Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru
berusia lima bulan ketika ayahandanya wafat. Puncak perang saudara bermuara
pada peristiwa Pailir, dan setelahnya Banten mulai kembali menata diri.
Dengan berakhirnya masa perwalian Sultan Muda
pada bulan Januari 1624, maka Sultan Abul Mufakir Mahmud Abdul Kadir diangkat
sebagai Sultan Banten (1596-1651). Sultan yang baru ini dikenal sebagai orang
yang arif bijaksana dan banyak memperhatikan kepentingan rakyatnya. Bidang
pertanian, pelayaran, dan kesehatan rakyat mendapat perhatian utama dari Sultan
Banten ini. Ia berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain,
terutama dengan negara-negara Islam. Dialah penguasa Banten pertama yang mendapat
gelar Sultan dari penguasa Arab di Mekah (1636). Sultan Abdul Mufakhir bersikap
tegas terhadap siapa pun yang mau memaksakan kehendaknya kepada Banten.
Misalnya ia menolak mentah-mentah kemauan VOC yang hendak memaksakan monopoli
perdagangan di Banten (Ekadjati (ed.), 1984:97-98). Dan akibat kebijakannya ini
praktis masa pemerintahannya diwarnai oleh ketegangan hingga blokade
perdagangan oleh VOC terhadap Banten.
Konflik antara Banten dengan Belanda semakin
tajam ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Batavia . Persaingan dagang
dengan Banten tak pernah berkesudahan. VOC mengadakan siasat blokade terhadap
pelabuhan niaga Banten, melarang dan mencegah jung-jung dari Cina dan
perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten yang membuat
pelabuhan Banten hampir lumpuh. Perlawanan sengit orang Banten terhadap VOC
pecah pada bulan November 1633 dengan mengadakan “gerilya” di laut sebagai
“perompak” dan di daratan sebagai “perampok” sehingga memprovokasi VOC untuk
melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Kota Banten sendiri
berkali-kali diblokade. Situasi perang terus berlangsung selama enam tahun, dan
ketegangan masih terus terjadi hingga wafatnya Sultan Abul Mufakhir pada tahun
1651 dan digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu
al-Ma’ali Ahmad atau Pangeran Ratu Ing Banten atau Sultan Abufath Abdulfattah
atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672). Sultan Ageng
Tirtayasa yang ahli strategi perang berhasil membina mental para prajurit
Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar, dan
daerah lainnya. Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama
Islam juga mendorong pesatnya kemajuan Agama Islam selama pemerintahannya.
Pelabuhan Banten yang semula diblokade VOC
perlahan namun pasti mulai pulih ketika Sultan Ageng Tirtayasa berhasil menarik
perdagangan bangsa Eropa lainnya, seperti Inggris, Perancis, Denmark, dan
Portugis yang notabene merupakan pesaing berat VOC. Strategi ini bukan hanya
berhasil memulihkan perdagangan Banten namun sekaligus memecah konflik politik
menjadi persaingan perdagangan antar bangsa-bangsa Eropa. Selain mengembangkan
perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa gigih berupaya juga untuk memperluas
pengaruh dan kekuasaan ke wilayah Priangan, Cirebon, dan sekitar Batavia guna
mencegah perluasan wilayah kekuasaan Mataram yang telah masuk sejak awal abad
ke-17. Selain itu, juga untuk mencegah pemaksaan monopoli perdagangan VOC yang
tujuan akhirnya adalah penguasaan secara politik terhadap Banten (Kartodirdjo,
1988:113-115,150-154,204-209). VOC yang mulai terancam oleh pengaruh Sultan
Ageng Tirtayasa yang makin luas pada tahun 1655 mengusulkan kepada Sultan
Banten agar melakukan pembaruan perjanjian yang sudah hampir 10 tahun dibuat
oleh kakeknya pada tahun 1645. Akan tetapi, Sultan dengan tegas bersikap tidak
merasa pelu memperbaruinya selama pihak Kompeni ingin menang sendiri.
Meskipun disibukkan dengan urusan konflik
dengan VOC, Sultan tetap melakukan upaya-upaya pembangunan dengan membuat
saluran air untuk kepentingan irigasi sekaligus memudahkan transportasi dalam
peperangan. Upaya itu berarti pula meningkatkan produksi pertanian yang erat
hubungannya dengan kesejahteraan rakyat serta untuk kepentingan logistik jika
mengadapi peperangan. Karena Sultan banyak mengusahakan pengairan dengan
melaksanakan penggalian saluran-saluran menghubungkan sungai-sungai yang
membentang sepanjang pesisir utara, maka atas jasa-jasanya ia digelari Sultan
Ageng Tirtayasa (Tjandrasasmita, 1995:116). Usaha Sultan Ageng Tirtayasa baik
dalam bidang politik diplomasi maupun di bidang pelayaran dan perdagangan
dengan bangsa-bangsa lain semakin ditingkatkan. Pelabuhan Banten makin ramai
dikunjungi para pedaganga asing dari Persia, India, Arab, Cina, Jepang,
Filipina, Malayu, Pegu, dan lainnya. Demikian pula dengan bangsa-bangsa dari
Eropa yang bersahabat, dengan Inggris, Prancis, Denmark, dan Turki.
Sultan Ageng Tirtayasa telah membawa Banten ke
puncak kejayaannya, di samping berhasil memajukan pertanian dengan sistem
irigasi ia pun berhasil menyusun kekuatan angkatan perangnya yang sangat
disegani, memperluas hubungan diplomatik, dan meningkatkan volume perniagaan
Banten sehingga Banten menempatkan diri secara aktif dalam dunia perdagangan
internasional di Asia (Ekadjati (ed.), 1984:98). Puncak konflik antara Banten
dengan VOC terjadi setelah Perjanjian Amangurat II dengan VOC membawa pengaruh
politik yang besar terhadap Kesultanan Banten, dan setelah pemberontakan
Trunojoyo dapat dipadamkan, akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa harus berhadapan
dengan VOC (Wangania, 1995:44). Pada saat yang bersamaan Kesultanan Banten
mengalami perpecahan dari dalam.
Putra mahkota, Sultan Abu Nasr Abdul Kahar,
yang dikenal dengan Sultan Haji diangkat jadi pembantu ayahnya mengurus urusan
dalam negeri, sedangkan urusan luar negeri dipegang oleh Sultan
Purbaya.Pemisahan urusan pemerintahan ini dimanfaatkan VOC untuk mendekati dan
menghasut Sultan Haji guna melawan ayahandanya. Dengan bantuan pasukan VOC,
pada tahun 1681 Sultan Haji melakukan kudeta kepada ayahnya dan berhasil
menguasai istana Surasowan yang kemudian berada di bawah antara ayah dan anak
setahun lamanya hingga Sultan Ageng Tirtayasa tertangkap akibat pengkhianatan
putranya sendiri, Sultan Haji. Sultan Ageng Tirtayasa dipenjarakan di Batavia
sampai ia meninggal tahun 1692 dan kemudian dimakamkan di Kompleks Mesjid Agung
Banten (Ekadjati, 1995:101-102; Ensiklopedi Sunda, 2000:661; Wangania, 1995:45).
Dengan ditandatanganinya perjanjian pada
tanggal 17 April 1684 antara Kesultanan Banten yang diwakili oleh Sultan Abdul
Kahar, Pangeran Dipaningrat, Kiai Suko Tajuddin, Pangeran Natanagara, dan
Pangeran Natawijaya, dengan Belanda yang diwakili oleh Komandan dan Presiden
Komisi Francois Tack, Kapten Herman Dirkse Wonderpoel, Evenhart van der Schuer,
serta kapten bangsa melayu Wan Abdul Bagus, maka lenyaplah kejayaan dan
kemajuan Kesultanan Banten, karena ditelan monopoli dan penjajahan Kompeni, akibat
perjanjian ini Kesultanan Banten diambang keruntuhan. Selangkah demi selangkah
Kompeni mulai menguasai Kesultanan Banten. Benteng Kompeni mulai didirikan pada
tahun 1684-1685 di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan, dan benteng ini
dirancang oleh seorang arsitektur yang sudah masuk Islam dan menjadi anggota
kesultanan yang bernama Hendrick Lucaszoon Cardeel.
Benteng yang didirikan itu diberi nama
Speelwijk, untuk memperingati kepada Gubernur Jenderal Speelma. Dengan
demikian, praktis Banten sebagai pusat kekuasaan dan kesultanan telah pudar.
Demikian pula peran Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa telah tertutup.
Tidak ada lagi kebebasan melaksanakan perdagangan (Tjandrasasmita, 1995:118)
Penderitaan rakyat semakin berat bukan saja karena pembersihan atas pengikut
Sultan Ageng Tirtayasa serta pajak yang tinggi, selain karena sultan harus
membayar biaya perang, juga karena monopoli perdagangan Kompeni. Rakyat dipaksa
untuk menjual hasil pertaniannya, terutama lada dan cengkeh, kepada Kompeni melalui
pegawai kesultanan yang ditunjuk, dengan harga yang sangat rendah. Raja
seolah-olah hanya sebagai pegawai Kompeni dalam hal pengumpulan lada dari
rakyat. Pedagang-pedagang Inggris, Francis, dan Denmark, karena banyak membantu
Sultan Ageng Tirtayasa dalam perang yang lalu, diusir dari Banten.
Kerusuhan demi kerusuhan, pemberontakan, dan
kekacauan di segala bidang bergejolak selama pemerintahan Sultan Haji.
Perampokan dan pembunuhan terhadap para pedagang dan patroli Kompeni, baik di
luar kota maupun di dalam kota, kerap terjadi dimana-mana. Bahkan pernah
terjadi pembakaran yang mengabiskan 2/3 bangunan di dalam kota. Ketidakamanan
pun terjadi di lautan, banyak kapal Kompeni yang dibajak oleh “bajak negara”
yang bersembunyi di sekitar perairan Bojonegara sekarang. Sebagian besar rakyat
tidak mengakui Sultan Haji sebagai Sultan. Oleh sebab itu, kehidupan Sultan
Haji selalu berada dalam kegelisahan dan ketakutan. Bagaimanapun penyesalannya
terhadap perlakuan buruknya terhadap ayah, saudara, sahabat, dan prajurit-prajuritnya
yang setia selalu ada. Akan tetapi, semuanya sudah terlanjur.
Kompeni yang dulu dianggap sebagai sahabat dan
pelindungnya, akhirnya menjadi tuan yang harus dituruti segala kehendaknya.
Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal
dunia pada tahun 1687. Jenazahnya dimakamkan di pemakamam Sedakingkin sebelah
utara Mesjid Agung Banten, sejajar dengan makam ayahnya, Sultan Ageng Tirtayasa
(Ismail, 1983:7; Tjandrasasmita, 1967:46; Michrob dan Chudari, 1993:164). Pasca
peristiwa tersebut, Banten memasuki fase sejarah sebagai bagian dari daerah
koloni Belanda. Dan perlawanan-perlawanan sporadis menjadi warna yang kental
pada masa pemerintahan berikutnya yang praktis tak berdaulat sebagai sebuah
negara sebagaimana pada masa Sultan Ageng Tirtayasa, yang telah berhasil
membangun negara modern yang berdaulat.
Sultan Di Banten
1. Maulana Hasanudin, Sultan Banten I
(1552-1570 M)
Namanya adalah Pangeran Sebakingking, beliau
adalah putera dari Sunan Gunung Jati dari pernikahannya dengan Nhay
kawunganten. Sultan Hasanudin berkuasa di kesultanan Banten selama 18 tahun
(1552-1570). Banyak kemajuan yang dialami Banten pada masa kepemimpinan Sultan
Hasanudin. Daerah kekuasaan pun meliputi seluruh daerah Banten, Jayakarta,
Kerawang, Lampung dan Bengkulu. Seluruh kota dibentengi dengan benteng yang
kuat, yang dilengkapi meriam di setiap sudutnya. Para pedagang dari Arab,
Persi, Gujarat, Birma, Cina dan negara-negara lainnya datang ke Banten untuk
melakukan transaksi jual beli.
Pada saat itu di Banten terdapat tiga buah
pasar yang ramai. Yang pertama terletak disebelah timur kota (Karangantu),
disana banyak pedagang asing dari Portugis, Arab, Turki, India, Pegu (Birma),
Melayu, Benggala, Gujarat, Malabar, Abesinia dan pedagang dari Nusantara.
Mereka berdagang sampai pukul sembilan pagi. Pasar kedua terletak di alun-alun
kota dekat masjid agung. Pasar ini dibuka sampai tengah hari bahkan hingga sore
hari. Di pasar ini diperdagangkan merica, buah-buahan, senjata, tombak, pisau,
meriam kecil, kayu cendana, tekstil, kain, hewan peliharaan, hewan ternak, dan
pedagang Cina menjual benang sulam, sutera, damas, beludru, satin, perhiasan
emas dan porselen. Pasar ketiga berada di daerah Pecinan, yang dibuka hingga
sampai malam hari.
Disamping itu Banten pun menjadi pusat
penyebaran Agama Islam, sehingga tumbuhlah beberapa perguruan Islam di daerah
Banten, seperti di Kasunyatani di tempat ini berdiri masjid Kasunyatan yang
umurnya lebih tua dari Masjid Agung Banten. Disini pula tempat tinggal dan
mengajar Kyai Dukuh yang bergelar Pangeran Kasunyatan (Guru dari Pangeran
Yusuf). Disamping membangun Masjid Agung, Maulana Hasanudin juga memperbaiki
masjid di Pecinan dan Karangantu.
Dari pernikahannya dengan puteri Sultan
Trenggano yang bernama Pangeran Ratu atau Ratu Ayu Kirana (Pada Tahun 1526),
Sultan Hasanudin memiliki putera/i sebagai berikut : Ratu Pembayun (menikah
dengan Ratu Bagus Angke putera dari ki mas Wisesa Adimarta, yang selanjutnya
mereka menetap di Jayakarta), Pangeran Yusuf, Pangeran Arya, Pangeran
Sunyararas, Pangeran Pajajaran, Pangeran Pringgalaya, Ratu Agung atau Ratu
Kumadaragi, Pangeran Molana Magrib dan Ratu Ayu Arsanengah. Sedang dari istri
yang lainnya, Sultan Hasanudi memiliki putera/i sebagi berikut : Pangeran
Wahas, Pangeran Lor, Ratu Rara, Ratu Keben, Ratu Terpenter, Ratu Wetan dan Ratu
Biru.
Sultan Hasanudin wafat pada tahun 1570, dan
beliau dimakamkan di samping Masjid Agung Banten. Kemudian sebagai Sultan
Banten II di angkat puteranya yang bernama Pangeran Yusuf. (Q) 2. Maulana
Yusuf, Sultan Banten II (1570-1580 M)
Beliau adalah Putera dari Sultan Hasanudin
dari pernikahanannya dengan Ratu Ayu Kirana. Seperti juga ayahnya Maulana Yusuf
ingin memajukan Banten. Tapi pada masa Maulana Yusuf disamping pendidikan
agama, juga lebih ditekankan pada bidang pembangunan kota, keamananan dan
pertanian.
Pada masanya pulalah Ibukota Pajajaran
(Pakuan) dapat ditaklukan oleh banten. Para ponggawa kerajaan Pajajaran lalu
diislamkan dan masing-masing memegang jabatannya seperti semula. Pada masa
pemerintahan Maulana Yusuf, perdagangan di Banten semakin maju. bahkan bisa
dikatakan bahwa pada saat itu Banten bagaikan kota penimbunan barang-barang
dari penjuru dunia yang nantinya disebrakan ke kerajaan-kerajaan yang ada di
Nusantara. Sehingga banten menjadi begitu ramai dikunjungi, baik dari luar
maupun oleh para penduduk nusantara. Sehingga pada masa pemerintahan Maulana
Yusuf pulalah dibuatnya peraturan penempatan penduduk berdasarkan keahliannya
dan asal daerahnya.
Perkampungan untuk orang asing biasanya
ditempatkan diluar tembok kota. seperti Kampung Pakojan terletak disebelah
barat pasar Karangantu, untuk para pedagang dari Timur Tengah, Pecinan terletak
disebalh barat Masjid Agung, untuk para pedagang dari Cina.Kampung Panjunan
(Untuk para Tukang Belanga, gerabah, periuk dsb), Kampung Kepandean (Untuk
tukang Pandai besi), Kampung Pangukiran (Untuk Tukang Ukir), Kampung Pagongan
(Untuk tukang gong), Kampung Sukadiri (Untuk para pembuat senjata). Demikian
pula untuk golongan sosial tertentu, misalkan Kademangan (untuk para demang),
Kefakihan (Untuk para ahli Fiqih), Kesatrian (Untuk para Satria, perwira,
Senopatai dan prajurit istana).
Pengelempokan pemukiman ini selain dimaksudkan
untuk kerapihan dan keserasian kota, tapi lebih penting untuk keamanan kota.
Tembok kota pun diperkuat dengan membuat parit-parit disekelilingnya, dalam
babad banten disebutkan Gawe Kuta bulawarti bata kalawan kawis Perbaikan Masjid
Agung Pun dikerjakannya, dan sebagai kelengkapan dibangun sebuah menara dengan
bantuan Cek Ban Cut arsitek muslim asal Mongolia
Disamping mengembangkan pertanian yang sudah
ada,sultanpun mendorong rakyatnya untuk membuka daerah-daerahbaru bagi
persawahan.Oleh karenanya sawah di Banten bertambah meluas sampai melewati
daerah Serang sekarang.Sedangkan untuk memenuhi kebutuhan air bagi sawah-sawah
tersebut,dibuatnya terusan-terusan dan bendungan-bendungan.Bagi persawahan yang
terletak disekitar kota,dibuatnya juga satu danau buatan yang disebut
Tasikardi.Air dari Sungai Cibanten dialirkan melalui terusan khusus ke danau
ini.Lalu dari sana dibagi ke daerah-daerah persawahan di sektarnya.Tasikardi
juga digunakanbagi penampungan air bersih bagi kebutuhan kota.Dengan melalui
pipa-pipa yang terbuat dari terakota,setelah dibersihkan/diendapkan air
tersebut dialirkan kekeraton dan tempat-tempat lain di dalam kota.Di
tengah-tengah danau buatan tersebut terdapat pulau kecil yang digunakan untuk
tempat rekreasi keluarga keraton.
Dari permaisuri Ratu Hadijah,Maulana Yusuf
mempunyai dua orang anak yaitu Ratu Winaon dan Pangeran Muhammad.Sedangkan dari
istri-istri lainnya,baginda dikaruniai anak antara lain angeran
Upapati,Pangeran Dikara,Pangeran Mandalika atau Pangeran Padalina,Pangeran Aria
Ranamanggala,Pangeran Mandura,Pangeran Seminingrat,Pangeran Dikara ,Ratu Demang
atau Ratu Demak,Ratu Pacatanda atau Ratu Mancatanda,Ratu Rangga,Ratu Manis,Ratu
Wiyos dan Ratu Balimbing
Pada tahun 1580, Maulana yusuf mangkat dan
kemudian dimakamkan di Pekalangan Gede dekat Kampung Kasunyatan. Setelah
meninggalnya, Maulana Yusuf diberi gelar Pangeran Panembahan Pekalangan Gede
atau Pangeran Pasarean. Dan sebagai penggantinya diangkatlah puteranya yang
bernama Pangeran Muhammad.(Q) 3. Sultan Muhammad, Sultan Banten III (1580-1596
M)
Beliau diangkat ketika masih berusia 9 Tahun.
Para Kadhi menyerahkan perwaliannya kepada Mangkubumi. Pangeran Muhammad
diangkat menjadi sultan dengan gelar Kanjeng Ratu Banten Surosowan. Ketika
Maulana Muhammad memimpin Banten, Kesultanan Banten menjadi semakin kuat dan
ramai. Orang-orang dapat melayari kota dengan menyusuri banyak sungai yang
terdapat di Banten.
Mulai dari pintu gerbang besar istana sampai
luar, terdapat berbagai bangunan : Made Bahan tempat tambak baya melakukan
jaga, Made Mundu dan Made gayam, Sitiluhur atau Sitinggil yang didekatnya
terdapat bangunan untuk gudang senjata dan kandang kuda kerajaan. Pakombalan
yaitu tempat penjagaan wong Gunung. Disebelah utara terdapat tempat
perbendaharaan dan disebelah barat berdiri masjid dengan menara disampingnya.
Selanjutnya terdapat suatu perkampungan yang disebut Candi raras yang
diantaranya terdapat bangunan-bangunan Made Bobot dan Made Sirap. disebelah
timur Made Bobot terdapat Mandapat yaitu suatu bangunan terbuka yang dipasangi
meriam Ki Jimat mengarah ke Utara. Dekat Srimanganti terdapat WaringinKurung
dan Watu Gilang. Ditepi sungai terdapat Panyurungan atau galangan kapal
kerajaan.
Dekat Panyurungan terdapat tonggak tempat
mengikta gajah raja yang bernama Rara Kawi. Disebelahnya terdapat jembatan
besar dari kayu jati melintasi sungai yang selanjutnya jalan raya dengan pagar
kembar menuju ke arah utara ke perbentengan. Perbentengan sebelah dalam atau
Baluwarti Dalme disebut Lawang Sadeni atau Lawang Saketeng yang disebelah
baratnya berdiri pohon beringin besar dan perbentengan Sampar lebu.
(Halwany;Mudjahid Chudari;”Masa lalu Banten”;1990:42)
Maulana Muhammad dikenal dengan sebagai
seorang yang Shaleh. Untuk kepentingan penyebaran agama Islam beliau banyak
mengarang kitab agama yang kemudian dibagikan kepada yang memerlukannya. Untuk
sarana ibadat beliau banyak membangun masjid sampai ke pelosok desa. beliau pun
selalu menjadi imam dan khatib pada shalat Jum’at dan Hari raya. masjid Agung
pun diperindah. Temboknya dilapisi porselen dan tiang atapnya dibuat dari kayu
cendana. Untuk para wanita disediakan tempat khusus yang disebut Pawestren atau
Pewadonan.
Peristiwa menarik pada masa Maulana Muhammad
adalah peristiwa penyerbuan ke Palembang. Penyerbuan ini bermula dari hasutan
Pangeran Mas putera dari Aria Pangiri. Pangeran Mas berkeinginan menjadi raja
di Palembang. Maulana Muhammad yang masih muda dan penuh semangat dihasutnya.
Dikatakannya bahwa Palembang dulunya adalah kekuasaan ayahnya sewaktu menjadi
sultan di Demak. Disamping itu dikatakannya pula bahwa rakyat Palebang saat itu
masih banyak yang kafir. Terdorong oleh darah muda dan semangat untuk
memakmurkan Banten dan mengembangkan agama Islam ke seluruh Nusantara, sultan
pun dapat dipengaruhinya. Saran Mangkubumi dan para pembesar istana lainnya
tidak diindahkan. Sehingga penyerbuan ke Palembangpun harus dilakukan.
Dengan 200 kapal perang berangkatlah pasukan
Banten menuju Palembang. pasukan ini dipimpin langsung oleh Maulana muhammad
didampingi Mangkubumi dan Pangeran Mas. Saat itu lampung, Seputih, dan Semangka
(daerah-daerah kekuasaan Banten) diperintahkan untuk mengerahkan prajuritnya
menyerang Palembang melalui darat. Pertempuran hebat terjadi di sungai Musi
hingga berhari-hari. Pasukan palembang nyaris dapat dipukul mundur. Tapi dalam
keadaan yang hampir berhasil itu, Sultan yang memimpin pasukan dari kapal
Indrajaldri tertembak oleh pasukan Palembang. Dan Sultan pun wafat dalam
pertempuran tersebut. Penyerangan tidak dilanjutkan, dan pasukan Banten kembali
tanpa hasil. Peristiwa gugurnya Sultan ini terjadi menuru sangsakala Prabu
Lepas tataning prang atau pada Tahun 1596 M.
Maulana Muhammad wafat pada Usia muda
(kira-kira 25 Tahun). Beliau meninggalkan seorang putera yang bernama Abul
Mafakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru berusia 5 Bulan dari permaisurinya (Ratu
wanagiri, puteri dari mangkubumi). Anak inilah yang nanti menggantikan dirinya.
Setelah wafatnya, Maulana Muhammad diberi gelar Pangeran Seda Ing Palembang
atau Pangeran Seda Ing Rana. Belai dimakamkan di serambi Masjid Agung. (Q) 4.
Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir, Sultan Banten IV (1596-1651 M)
Abul Mafakhir dinobatkan sebagai sultan ketika
berusia 5 Bulan, sehingga untuk melaksanakan roda pemerintahan ditunjuklah
Mangkubumi Jayanagara sebagai wali. Mangkubumu Jayanagara adalah juga yang
pernah menjadi Mangkubumi bagi Maulana Muhammad, sehingga kesetiannya pada
Kesultanan Banten tidaklah diragukan lagi. Mangkubumi ini adalah seorang tua
yang lemah lembut dan luas pengalamannya pada bidang pemerintahan. Selain
Mangkubumi ditunjuk pula seorang wanita tua yang bijaksana sebagai pengasuh
Sultan, yang bernama Nyai Embun Rangkun. Mangkubumi Jayanagara mangkat, setelah
6 Tahun (1602) menjadi Mangkubumi bagi Sultan Abul Mafakhir, dan jabatan Mangkubumi
diserahkan kepada adiknya. Namun pada tanggal 17 Nopember 1602 dia dipecat
karena kelakuanya dinilai tidak baik. Karena perpecahan dan irihati para
pangeran, maka diputuskan untuk tidak mengangkat mangkubumi baru, dan untuk
perwalian sultan diserahkan kepada ibunda sultan Nyai Gede Wanagiri.Tidak lama
kemudian ibunda sultan menikah dengan seorang bangsawan keluarga istana. dan
atas desakannya pula, suaminya ini diangkat sebagai mangkubumi. Namun
mangkubumi yang baru ini tidak memiliki wibawa, bahkan sering menerima suap
dari pedagang-pedagang asing. Sehingga banyak peraturan yang tidak dapat
diterapkan di Banten. Situasi ini menimbulkan rasa tidak puas dari sebagian
pejabat istana yang akhirnya menimbulkan kerusuhan dan kekacauan. Bahkan
diantara para pangeran pun terjadi perselisihan, sebagian lebih condong kepada
para pedagang dari Portugis, sedang yang lainnya lebih condong ke Belanda.
Sedangkan antara Belanda da Portugis saat itu sedang bermusuhan. wajar bila
pertentangan ini mengakibatkan banyak kekacauan.
Pertentangan antar pangeran ini berlangsung
berkepanjangan, sehingga pada bulan Oktober 1604 terjadi peristiwa hebat, yang
bermula dari tindakan Pangeran Mandalika (Putera Maulana yusuf). Pangeran
Mandalika menyita perahu Jung dari Johor.Patih Mangkubumi meminta Pangeran
Mandalika untuk melepaskannya, namun perintah tersebut tidak dipatuhinya.
Untuk menjaga kalau-kalau pasukan kerajaan
menyerang dirinya, maka Pangeran Mandalika bergabung dengan pangeran-pangeran
lainnya. Mereka membuat pertahanan sendiri di luar kota. Makin lama kedudukan
mereka makin kuat. bahkan rakyatpun semakin simpati pada pasukan Pangeran
Mandalika.
Pada bulan Juli 1605 datanglah Pangeran
Jayakarta datang ke Banten untuk menghadiri acara khitanan Sultan Muda.
Pangeran Jayakarta datang dengan membawa para pembesar kerajaan dan para
pasukannya. Atas permintaan Mangkubumi, Pangeran Jayakarta bersedia membantu
menumpas para pemberontak. Pangeran Jayakarta dengan dibantu pasukan dari
Inggris dapat memukul mundur para pemberontak. Tapi dengan diusirnya para
pemberontak keadaan Banten, bukannya semakin membaik malah semakin tegang.
Puncak ketegangan terjadi pada bulan Juli 1608.
Pada tanggal 23 Agustus 1608, Syahbandar dan
sekretarisnya dibunuh oleh perusuh. Tidak lama kemudian, yaitu pada tanggal 23
Oktober 1608, Patih Mangkubumi dibunuhnya pula. Peristiwa inilah yang
mempercepat terjadinya kerusuhan di Banten yang dikenal dengan Peristiwa
pailir. Selain peristiwa Pailir , pada masa sultan Abul Mafakhir juga terjadi
peristiwa Pagarage atau Pacerebonan yang terjadi pada tahun 1650. Peristiwa ini
terjadi bermula dari kedatangan pasukan dari Cirebon yang akan menyerbu Banten.
Peristiwa pertempuran ini dimenangkan oleh pasukan dari Kesultanan banten.
Sultan Abul Mafakhir mempunyai putera :
Pangeran Pekik (Sultan Abul Maa’li Akhmad) yang wafat setelah peristiwa
Pagarage (1650),makamnya terletak di desa Kanari. Ratu Dewi, Ratu Mirah, Ratu
Ayu, dan Pangeran Banten. Sultan Abul Maa’li Akhmad (dari perkawinannya dengan
Ratu Marta Kusumah puteri Pangeran Jayakarta) memiliki putera : Ratu Kulon,
Pangeran Surya, Pangeran Arya Kulon, Pangeran Lor dan pangeran Raja. Dari
perkawinannya dengan Ratu Aminah (Ratu Wetan) Sultan memiliki putera: Pangeran
Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Inten, dan Ratu Tinumpuk. Sedangkan dari isterinya
yang lain, sultan memiliki putera : Ratu Petenggak, Ratu Wijil, Ratu Pusmita,
Pangeran Arya Dipanegara (Tubagus Abdussalam/Pangeran Raksanagara), Pangeran
Arya Dikusuma(Tubagus Abdurahman/Pangeran Singandaru)
Sultan Abul Mafakhir mangkat pada tanggal 10
Maret 1651. Jenazahnya dimakamkan di Kanari, dekat makam puteranya (Abul Ma’ali
Akhmad). Sebagai penggantinya diangkatnya cucunya (Putera dari Abul Ma’ali
Akhmad), yaitu Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya Sebagai Sultan Banten V. (Q)
5. Pangeran Surya / Pangeran Adipati Anom (Sultan Ageng Tirtayasa), Sultan
Banten V
Penobatan Pangeran Surya terjadi pada tanggal
10 Maret 1651. seperti tanggal surat ucapan selamat Gubernur Kompeni Belanda
Kepada Sultan. Untuk memperlancar roda pemerintahan, sultan mengangkat beberapa
orang untuk membantu dirinya. Jabatan Patih Mangkubumi diserahkan kepada
Pangeran Mandura dengan wakilnya Tubagus Wiraatmaja, Sebagai Kadhi atau Hakim
Agung Negara diserahkan kepada Pangeran JayaSentika. Tapi Pangeran Jayasentika
tidak lama menjabat sebagai kadhi, beliau wafat dalam perjalanan menunaikan
ibadah haji, maka jabatan Kadhi diserahkan kepada Entol Kawista yang kemudian
dikenal dengan nama Faqih Najmudin. Faqih Najmudin adalah menantu dari Sultan
Abul Mafakhir yang menikah dengan Ratu Lor. Untuk mempermudah pengawasan daerah
kekuasaan, Sultan mengangkat beberapa Ponggawa atau Nayaka. Mereka berada di
bawah pengawasan dan tanggung jawab Mangkubumi. Selain itu Mangkubumi juga
mengawasi keadaan para prajurit kerajaan. Senjata-senjata di tambah. Rumah para
Senoptai diatur sedemikian rupa, agar mudah mengontrol para prajurit.Pangeran
Surya yang kemudian bergelar Pangeran Ratu Ing Banten adalah seorang ahli
strategi perang. Hal ini sudah dibuktikannya sejak beliau menjadi putera
mahkota. beliau lah yang mengatur strategi perang gerilya saat menyerbu belanda
di Batavia.
Seperti juga kakeknya, Pangeran Surya pun
tidak melepaskan dari Kekhalifahan Islam di Makkah. hubungan ini keharusan
untuk memperkuat kekuatan umat Islam dalam menentang segala macam kesewenangan.
Dari dari Kekhalifahan pulalah Pangeran mendapatkan gelar Sultan ‘Abulfath
Abdulfattah. Dari hubungan ini Sultan mengharapkan bantuan dari Khalifah untuk
mengirimkan guru agama ke Banten.
Selain itu Sultan pun tidak setuju dengan
pendudukan bangsa Asing atas negaranya, dan untuk memperkuat pertahanan
(terutama dari serbuan Belanda di Batavia), sultan memperkuat pasukanya di
Tangerang yang telah menjadi benteng pertahanan terdepan dalam menghadapi
serangan Belanda. Dari tangerang ini pulalah pada tahun 1652 Banten menyerbu
Batavia. Melihat situasi yang semakin memanas, pihak kompeni mengajukan usul
perdamaian. Namun sultan bertekad untuk menghapuskan para penjajah di bumi
Nusantara, sultan melihat berbagai kecurangan pada setiap perjanjian yang
diajukan oleh pihak Belanda, sehingga Sultan pun menolaknya. Pada tahun 1656
pasukan Banten yang bermarkas di Angke dan Tangerang melakukan gerilya
besar-besaran. Perusakan dan sabotase yang dilakukan para prajurit Banten banyak
merugikan pihak Kompeni. Untuk menghadapi serangan Belanda yang lebih besar,
Sultan mempernaiki hubungan dengan Cirebon dana Mataram, bahkan dari Inggris,
Prancis dan Denmark, Sultan mendapat kemudahan memperoleh senjata api untuk
peperangan. Daerah kekuasaan Banten (Lampung, Bangka, Solebar, Indragiri dan
daerah lainnya) diminta mengirimkan prajuritnya untuk bergabung dengan para
prajurit yang berada di Surosowan. Rakyatpun mendukung langkah Sultan untuk
mengusir Penjajah. Mereka bertekad lebih baik mati daripada berdamai dnegan
penjajah. Sedangkan kompeni mempekuat pasukkannya dengan prajurit-prajurit
sewaan yang berasal dari Kalasi, ternate, Bandan, kejawan, Melayu, Bali,
Makasar dan Bugis.
Pada tanggal 29 April 1658 datang utusan
Belanda ke Banten membawa surat dari Gubernur Jendral Kompeni yang berisi
rancangan perjanjian perdamaian, namun Sultan kembali melihat kecurangan
dibalik naskah perjanjian tersebut, pihak kompeni hanya mengharapkan keuntungan
sendiri tanpa memperhatikan kepentingan rakyat Banten. Oleh karenanya pada
tanggal 4 Mei 1658 Sultan mengirimkan utusan ke Batavia untuk melakukan
perubahan perjanjian. Namun perubahan dari Sultan di tiolak oleh Belanda.
Kompeni hanya menginginkan Banten membeli rempah-rempah dari Belanda dan itupun
harus ditambah pajak. Penolakan tersebut membuat Sultan sadar, bahwa tidaklah
mungkin ada persesuaian pendapat antara dua musuh yang saling berbeda
kepentingan. Maka pada tanggal 11 Mei 1658 Sultan mengirim surat balasan yang
menyatakan bahwa “BANTEN dan KOMPENI TIDAK AKAN MUNGKIN BISA BERDAMAI .Maka
terjadilah pertempuran hebat di darat dan di laut. Pertempuran ini berlangsung
tanpa henti sejak bulan Juli 1658 hingga tanggal 10 juli 1659.
Selain di Tangerang, Sultan juga membuat
kampung para prajurit di Tirtayasa, bahkan akhirnya sultan pun menyuruh
mendirikan istana di kampung tersebut. Yang nantinya digunakan sebagai pusat
kontrol kegiatan di Tangerang dan Batavia disamping untuk tempat
peristirahatan. Maka dengan demikian Tirtayasa dijadikan penghubung antara Istana
di Surosowan dengan Benteng pertahanan di Tangerang. Hal ini akan mempersingat
jalur komunikasi sultan. Disamping jalan darat yang sudah ada, juga dibuat
jalan laut yang menghubungkan Surosowan-Tirtayasa-Tangerang. Maka dibuatlah
saluran tembus dari Pontang-Tanara-Sungai Untung Jawa menyusuri jalan darat –
melalaui sungai CIkande sampai pantai Pasiliyan. Saluran ini dibuat cukup
besar, hingga mampu dilewati kapal perang ukuran sedang. Saluran ini dibuat
dari tahun 1660 hingga sekitar tahun 1678. Selain di Tirtayasa Sultan pun
berusaha menyempurnakan dan memperbaiki keadaan didalam ibukota kerajaan.
Dengan bantuan beberapa ahli bangunan dari Portugis dan Belanda yang sudah
masuk Islam, diantaranya adalah Hendrik Lucasz Cardeel kemudian dikenal dengan
Pangeran Wiraguna diperbaikilah bangunan istana Surosowan. Benteng istana
diperkuat dengan diberi Bastion, disetiap penjuur mata angin dan dilengkapi
dengan 66 buah meriam yang diarahkan ke segala penjuru.
Demikian juga dengan sungai disekeliling
benteng, Irigasi diperbaiki dan diperluas jangkauannya, Sehingga areal sawah
mendapat pengairan dengan baik. Daerah yang tadinya kesulitan air menjadi
subur. Padi dan tanaman produksi lainnya sangat menunjang kemakmuran rakyat
Banten. Produksi Merica mecapai 3.375.000 pon pada tahun 1680-1780.
Terbentuknya Provinsi Banten
Banten adalah bagian dari wilayah Indonesia
yang berada di Ujung Pulau Jawa, sudah dikenal secara meluas sampai manca
Negara sejak abad ke-14 (1330 M).
Pada abad 16-17, dibawah kekuasaan Sultan
Maulana Hasanudin dan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten menjadi salah satu kota
perdagangan rempah-rempah di kawasan Asia Tenggara dan dikenal sebagai pusat
kerjaan Islam serta pusat perdagangan nusantara. Pada masa itu Banten menjadi
tempat tempat persinggahan para pedagang dari berbagai belahan dunia, sekaligus
menjadi pusat pertukaran dan persentuhan kebudayaan.
Banten resmi menjadi sebuah provinsi ke-30 di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak tahun 2000, dibentuk melalui
Undang-undang nomor 23 tahun 2000, sebelumnya banten merupakan keresidenan sebagai
bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat.
Sebagaimana Undang-undang nomo 23 tahun 2000
tersebut, tujuan pembentukan Provinsi Banten adalah :
a.Untuk meningkatkan penyelenggaraan
pemerintah, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan guna menjamin
perkembangan dan kemajuan dimasa yang akan dating.
b.Untuk mendorong peningkatan pelayanan
dibidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan, serta memberikan
kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah untuk menyelenggarakan otonomi
daerah.
B. Banten Masa Kini dan Mendatang
Banten merupakan salah satu kawasan andalan
nasional di Indonesia dengan sektor andalan industri dan pariwisata. Kedua
sektor andalan tersebut tersebar di wilayah Kabupaten Serang, Kabupaten
Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon.
Di Banten terdapat pabrik baja, yaitu Krakatau
Steel yang didirikan pada tahun 1966 di Kota Cilegon dimana sebagai cikal bakal
tumbuhnya industri-industri baru, dan berkembangnya pelabuhan di Banten.
Pertumbuhan industri tersebut, mendorong kemajuan wilayah dan perekonomian
daerah, sehingga secara nasional Banten tergolong sebagai wilayah cepat tumbuh.
Untuk memacu perkembangan wilayah dan
megakselerasi tumbuhnya industri di Banten, telah diprogramkan beberapa
pembangunan proyek strategis yang berskala nasional dan internasional,
yaitu pembangunan Pelabuhan Internasional Bojonegara, pembangunan Jembatan
Selat Sunda (Jawa-Sumatera), pengembangan Jaringan Jalan Cincin (ring road)
pantai utara-selatan Baten, peningkatan jalan tol dan jalan kereta api (double
track), perluasan bandara Soekarno-Hatta, pembangunan supply air baku waduk
karian, peningkatan kapasitas power plant, jaringan kilang gas dan storage BBM,
pengembangan kawasan ekonomi khusus dan cluster industri petro kimia.
Dengan dikembangkannya infrastruktur pedukung
wilayah yang memadau tersebut, menjadikan Banten ke depan sebagai wilayah
tujuan utama investasi di Indonesia yang memiliki tingkat daya saing yang
tinggi.
Langganan:
Postingan (Atom)